Motivasihijrahmuslim.com - Allah merekomendasikan kita hidup sederhana. Allah termasuk melarang kita untuk berfoya-foya, bahkan hingga menuruti gengsi, sesudah itu meminjam duwit riba. Hiduplah sederhana, sebab nikmat hidup yang akan kita dapatkan tidak dulu ada terhadap kemewahan. Sudah menjadi prilaku manusia, ia akan lebih konsumtif menghamburkan uang, manakala jadi mengenyam kehidupan yang mapan dan kemudahan ekonomi. Seolah-olah kekayaan tidak cukup artinya banyak jika pemiliknya tidak mempergunakannya untuk keperluan yang lebih besar dan kemewahan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَٰكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ ۚ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ

Dan jikalau Allah melapangkan rizki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Mahamengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Mahamelihat.[asy-Syûra/42:27].

Agama Islam menganjurkan agar umatnya senatiasa hidup sederhana dalam semua tindakan, sikap dan amal, tidak perlu berfoya-foya dan hidup serba mewah.

Islam adalah agama yang berteraskan nilai kesederhanaan yang tinggi. Kesederhanaan adalah satu ciri yang umum bagi Islam dan salah satu perwatakan utama yang membedakan dari umat yang lain.

Rasulullah s.a.w. telah bersabda dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh Imam Tirmizi: yang artinya :

“ “Sebaik-baik perkara itu adalah pertengahannya””.

Al-Quran mengajak untuk hidup sederhana, menurut Al-Quran jalan yang terbaik adalah jalan tengah. Sebagaimana firman Allah swt:

“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian”.. ( Al Furqaan: 67)

Hidup berjalan ibarat roda,  adang berada di atas menangguk berbagai kenikmatan. Namun siapa sangka, tiba-tiba berada di bawah, hidup penuh dengan kesulitan dan rintangan. Sehingga tidak ada pihak lain yang bersalah kecuali dirinya sendiri.

Imam an-Nawawi rahimahullah menerangkan alasan berkaitan dengan larangan menghambur-hamburkan. Beliau rahimahullah berkata: “Sesungguhnya pemborosan harta akan menyebabkan orang meminta-minta apa yang dimiliki orang lain. Sedangkan pada pemeliharaan harta terkandung kemaslahatan bagi dunianya. Adapun kestabilan maslahat duniawinya akan berpengaruh pada kemaslahatan agamanya. Sebab dengannya, seseorang dapat fokus dalam urusan-urusan akhiratnya”

Nikmat hidup sederhana

Tentu saja, oarang yang hidup sederhana bakal miliki rasa damai dan terhitung tenang. Adapun ditinjau dari segi manfaat, perintah untuk tidak bergaya hidup berfoya-foya, miliki dampak positif yang lagi kepada diri orang tersebut.

Dia bakal lebih enteng beradaptasi hadapi tiap-tiap perubahan didalam hadapi kehidupan. Kadang mengasyikkan dan kadang wajib hidup penuh keprihatinan. Dan andaikata suasana ekonomi keluarga ditakdirkan mengalami kesulitan, maka setidaknya seseorang itu tidak terlampau kaget dengan perubahan yang terjadi secara tiba-tiba. 

Syaikh al-‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Orang yang terbiasa hidup dalam kemewahan, akan merasakan sulit menghadapi berbagai keadaan. Sebab, tidak menutup kemungkinan datang kepadanya persoalan-persoalan yang tidak memungkinkan orang tersebut menyelesaikannya dalam kenyamanan”.

Karena itu, sejatinya cobaan 

Nilai positif lain berasal dari cara hidup simple yakni mampu mendorong seseorang menjadi spesial yang pandai bersyukur dan toleran, menjunjung nikmat-nikmat Allah sekecil apapun. Karena sejatinya, sungguh banyak nikmat yang sudah kami terima, daripada mensyukurinya. Sangat disayangkan bukan, disaat belum mampu untuk menjunjung apa yang sudah diberikan kepada kami oleh Allah, namun kami tambah berharap yang lain. 

Rasulullah SAW bersabda, “Perhatikanlah orang yang berada di bawahmu dan jangan kamu memperhatikan orang yang berada di atasmu, karena yang demikian itu lebih pantas agar kamu semua tidak menganggap sepele nikmat Allah yang telah dikaruniakan kepadamu.” (HR Bukhari dan Muslim).

Rasulullah memberi saran supaya kita menjadi orang yang bersyukur dan hidup dalam kondisi yang qanaah. saat kita mempunyai sesuatu, maka bersyukurlah dan puaslah, jangan dulu menghendaki lebih berasal dari ini, cuma dikarenakan engkau lihat orang lain mempunyai sesuatu yang lebih darimu. Karena kekayaan tidak dulu diukur berasal dari harta yang kita miliki, tapi berasal dari hati kita sendiri saat kita puas dan dapat terima apa yang telah kita miliki, dan tidak dulu dambakan lebih. 

Firman Allah SWT:

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا ۖ وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ ۚ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

“Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu,” (QS al-Hadid:20).

Yang perlu kita ingat, kebahagiaan hakiki bukanlah di dunia, namun hanyalah di akhirat. Di akhirat nanti, itulah kebahagiaan abadi, dikala kita bisa tinggal di dalam surga, dan terbebas dari neraka jahannam. Demikian, Wallahu A’lam.