Adil dalam hal apa pun pasti sulit diwujudkan. Dalam pola asuh misalnya, banyak terjadi orang tua pilih kasih terhadap salah satu anak. Mungkin disadari atau tidak, terkadang orang tua lebih sayang terhadap salah satu anak daripada yang lainnya. Padahal, jika tidak ditangai dengan benar, pilih kasih ini bisa berdampak buruk pada perkembangan anak-anaknya.

Umumnya, banyak orang tua yang mengaku bahwa mereka tak memiliki anak yang paling difavoritkan. Namun, apa yang dirasakan anak bisa berbeda, dan ini bisa menjadi perbincangan anak dengan saudara-saudara kandungnya di masa mendatang.

Sebagian Efek Buruk Pilih Kasih

Rasa kecewa terhadap orang tua yang pilih kasih bisa berefek panjang. Sangat mungkin anak yang merasa tidak difavoritkan atau merasakan ketidakadilan masih merasa kecewa terhadap anak kandung yang menjadi anak kesayangan.

Selain itu, Anak-anak yang menganggap diri mereka kurang disukai lebih mungkin menggunakan narkoba, minum minuman beralkohol, dan merokok saat remaja. Karena Anak yang merasa kurang disayang lebih “berulah” saat remaja. Memiliki tingkat kepercayaan diri pada masa-masa itu sangat penting. Jika anak sudah merasa dirinya sebagai anak yang nakal atau bermasalah, ini bisa berdampak buruk.

Tak cuma hubungan dengan orang tua, hubungan antar saudara kandung juga bisa terganggu. Beberapa saudara kandung bisa merasakan bahwa mereka adalah anak favorit, lalu mengasihani saudara lainnya. Namun, ada juga yang menyimpan dendam dan menjadi kompetitif.

Makruh Pilih Kasih Diantara Anak-Anak yang sederajat

Karena itulah, penting bagi orang tua untuk tidak pilih kasih diantara anak-anaknya. Oleh sebab inilah, dalam islam, makruh hukumnya bagi orang tua yang pilih kasih diantara anak-anaknya.

Rasulullah bersabda:

فَاتَّقُوا اللَّهَ، وَاعْدِلُوا بَيْنَ أَوْلاَدِكُمْ 

Artinya, “Bertakwalah kepada Allah. Bersikap adillah terhadap anak-anakmu,” (HR Bukhari). 

Hadis ini mengandung perintah bagi orang tua untuk bersikap adil diantara anak-anaknya. Karena itu, orang tua tidak boleh pilih kasih terhadap anak-anaknya. Larangan tidak boleh pilih kasih ini tidak sampai kepada tingkatan haram, namun sebatas makruh. Hal ini sebagaimana yang diyakini oleh Imam Rafi’I (Pendapat Mu’tamad/kuat). 

Dalam Fathul Muin juga disebutkan bahwa makruh bagi orang tua yang pilih kasih diantara anak-anaknya.

وَيُكْرَهُ لِأَصْلٍ تَفْضِيْلٌ فِيْ عَطِيَةِ فُرُوْعٍ وَإِنْ سَفَلُوْا وَلَوِ اْلأَحْفَادَ مَعَ وُجُوْدِ اْلأَوْلاَد

Artinya, “Orang tua dimakruh bersikap pilih kasih dalam pemberian terhadap anak, walaupun ke bawah atau cucu meski anaknya masih ada,” (Lihat Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu’in pada I’anatut Thalibin, [Singapura, Sulaiman Mar’i: tanpa catatan tahun], juz III, halaman 153). 

Boleh Pilih Kasih Jika Salah Satu Anak Lebih Butuh, dan Lebih Alim Misalnya

Namun demikian, Boleh pilih kasih bagi orang tua terhadap anak-anaknya, asalkan dalam konteks seperti anak yang satu lebih banyak kebutuhan, atau lebih taat, lebih shalih, maka tidak masalah pilih kasih. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam kitab I’anatut Thalibin, juz III, halaman 153. Berikut matan kitab nya:

والحاصل محل الكراهة عند الإستواء في الحاجة وعدمها وفي الدين وقلته وفي البر وعدمه وإلا فلا كراهة وعلى ذلك يحمل تفضيل الصحابة بعض أولادهم كالصديق رضي الله عنه فإنه فضل السيدة عائشة على غيرها من أولاده كسيدنا عمر فإنه فضل ابنه عاصما بشئ وكسيدنا عبد الله بن عمر فإنه فضل بعض أولاده على بعضهم رضي الله عنهم أجمعين

Artinya:

Kesimpulan: Landasan utama makruh pilih kasih adalah ketika sama kedudukan si anak dalam hajat, taat, dan sholeh. Jika kedudukan anak berbeda, dalam arti salah satu anak lebih membutuhkan, lebih taat dan lebih sholeh maka tidak makruh pilih kasih. Atas dasar inilah, dipertanggungkan alasan sikap pilih kasih sahabat kepada salah satu anak-anaknya. Seperti Abu Bakar yang lebih memprioritaskan Sayyidah Aisyah dari anak-anaknya yang lain. Juga seperti Umar yang lebih memprioritaskan anaknya ‘Asim dengan sesuatu hal. Dan pula, Abdullah bin Umar, juga memprioritaskan salah satu anak-anaknya diantara yang lain.

Pilih kasih seperti ini tidak akan berefek buruk terhadap anak yang lain. Karena dalam kasus kebutuhan hidup salah satu anak yang lebih besar, anak yang lain pun akan menyadari bahwa saudaranya ternyata lebih membutuhkan daripada dirinya sendiri. Atau dalam kasus bahwa saudara nya yang lain lebih alim, maka itu bisa menjadi motivasi untuknya untuk mengikuti jejak saudaranya nya juga yang alim. Sebab, orang alim akan menjadi mulia, tentu saja tak hanya dimuliakan oleh orang tua nya, namun juga oleh semua orang, termasuk saudara nya yang lain. 

Maka Sunat Bagi Orang Tua Untuk Adil Diantara Anak-Anaknya

Sementara itu, mayoritas ulama menyatakan tidak wajib bagi orang tua untuk bersikap adil kepada anak-anaknya. Lalu mayoritas ulama ini memaknai perintah pada hadis tadi, sebagai sunat terhadap orang tua untuk bersikap adil diantara anak-anaknya. 

Mayoritas ulama tidak mewajibkan bersikap adil ini, karena mengacu pada sikap Para Sahabat Nabi yang menjadi dalil bahwa perintah dalam hadis tidak berfaedah wajib melainkan sunah. Karena sebuah amar (perintah) akan berfaedah kepada wajib, jika ada indikasi kepada wajib atau di saat tidak ada indikasi sama sekali. Namun saat ada indikasi kepada bukan wajib maka faedah amar juga bukan kepada wajib. Dalam hal ini yang menjadi indikasi sehingga perintah di dalam hadis mengarah kepada bukan wajib yaitu sunah, adalah sikap dan prilaku para sahabat kepada anak-anaknya. Seperti Abu Bakar As Shiddiq yang lebih memprioritaskan Siti Aisyah daripada anak-anaknya yang lain. Juga seperti Umar yang lebih memprioritaskan anaknya ‘Asim dengan sesuatu hal. Dan pula, Abdullah bin Umar, juga memprioritaskan salah satu anak-anaknya diantara yang lain. Hal ini sebagaimana tertulis di dalam kitab Mughni Muhtaj Jilid 2, Hal : 543,  Cet. Darul Fikri. Berikut matan kitabnya.

تنبيه : قضية كلام المصنف أن ترك هذا خلاف الأولى ، والمجزوم به في الرافعي الكراهة وهو المعتمد ، قال ابن حبان في صحيحه : إن ترکه حرام ، ويؤيده رواية : « لا تشهدني على جور» وأكثر العلماء على أنه لا يجب ، وحملوا الحديث على الاستحباب لرواية : فأشهد على هذا غيري ، ولأن الصديق رضي الله تعالى عنه فضل عائشة رضي الله عنها على غيرها من أولاده ، وفضل - عمر رضي الله تعالی عنه إبنه عاصما بشيء ، وفضل عبدالله بن عمر رضي الله تعالى عنهما بعض ولده على بعض

Artinya: 

Penting: Kalam pengarang mengindikasikan bahwa tidak bersikap adil kepada anak hukumnya khilaf aula. Sementara Imam Rafi’I berpendapat bahwa hukumnya makruh. Ini Pendapat kuat. Ibnu Hibban berpendapat dalam kitab Sahihnya, bahwa tidak bersikap adil kepada anak hukumnya haram. Pendapat Ibnu Hibban diperkuat oleh sebuah riwayat “Jangan bersaksi padaku tentang ketidakadilan”. Sementara itu, mayoritas ulama menyatakan bahwa tidak wajib bersikap adil kepada anak. Mereka memaknai perintah dalam hadis sebatas sunat, berdasarkan riwayat “Maka bersaksilah dalam perkara ini pada selainku”. Lantaran pula, bahwa Abu Bakar as Siddiq pernah memprioritaskan Aisyah ra. diantara anak-anaknya. Dan Umar juga pernah memprioritaskan anaknya ‘Asim dengan sesuatu hal, dan Abdulullah pun pernah memprioritaskan salah satu anaknya.

Memang sulit untuk mengendalikan cinta di dalam hati. Namun itu hanya sebatas di hati saja, sementara mengendailkan cinta dalam perbuatan itu mudah. Orang tua dapat memberi uang saku yang sama diantara semua anaknya meski ia lebih mencintai anak tertentu. 

Bagaimana Cara Menjadi Orang Tua yang Baik?

Menjadi orang tua yang baik memang sulit. Anda harus selalu memperhatikan bagaimana perkembangan sang anak, sejak kecil hingga ia dewasa. Jangan pernah mengabaikan perasaan anak. Tanya apa yang ia rasakan lalu berusahalah untuk memecahkan masalah tersebut.

Mungkin selanjutnya, Anda bisa menjadwalkan kegiatan bersama dengan anak yang merasa kurang diperhatikan, melakukan banyak kegiatan yang disukainya dan tentunya bermanfaat untuk perkembangan pribadi dan kehidupannya. Ada banyak hal yang bisa Anda lakukan untuk membentuk sifat terpuji bagi anak melalui aktivitas sehari-hari. 

Jika anak sudah remaja, jangan abaikan anak yang pada masa tersebut cenderung meledak-ledak. Yang terpenting, dengarkan apa yang ingin anak sampaikan pada Anda. Mungkin Anda tertarik untuk mencoba beberapa tips menjadi orang tua yang baik bagi sang anak.

1. Apa yang Anda lakukan berarti bagi anak

Bagi anak, orang tua adalah guru pertama dan sepanjang masa yang akan membentuk bagaimana sifat dan kepribadian mereka nantinya. Awal mula, Anak-anak memperhatikan, belajar, dan meniru Anda sebagai orang tua. Mereka bagaikan spons yang menyerap semua yang dilihat dan didengarnya. Apa yang Anda lakukan itu sangat berarti bagi mereka yang penuh penasaran tentang dunia ini. Oleh sebab itu, jadilah panutan terbaik bagi anak melalui tindakan dan ucapan Anda. Berikan mereka kasih sayang.

2. Mencintai tidak sama dengan memanjakan anak

Ikatan batin dan rasa cinta orang tua akan menumbuhkan kedekatan serta rasa aman yang membuat anak percaya diri dan memiliki harga diri yang baik. Ini beda dengan memanjakannya.

Jika Anda sungguh-sungguh mencintai anak, ada kalanya Anda harus tega membiarkannya menderita atau bersusah payah agar karakternya terbentuk. Tempat yang terbaik bagi anak untuk tumbuh dan belajar banyak tentang lika liku kehidupan ini adalah melalui belajar di pondok pesantren.  

3. Terlibat dalam kehidupannya

Berikan perhatian yang tak terbagi paling sedikit 15 menit per hari. Berbicaralah pada setiap anak dan berikan telinga untuk mendengar. Orang tua perlu ada baik secara fisik maupun mental.

4. Hindari mendisiplinkan anak dengan cara-cara yang kasar

“Anak-anak yang kerap dipukul atau ditampar akan lebih rentan berkelahi dengan anak lain. Mereka akan cenderung menjadi anak yang suka mem-bully temannya dan cenderung menyelesaikan masalah dengan kekerasan atau berperilaku agresif.”

5. Perlakukan anak dengan kasih sayang

Kasih sayang dan lemah lembut sudah pasti menjadi senjata utama untuk merebut hati seseorang. Mudah untuk membuat anak mencintaimu, dan menerima segala perintahmu, Anda hanya butuh bertindak lemah lembut namun tetap tegas.

Nah, banyak hal yang mungkin Anda sudah mengerti dengan melewati berbagai pengalaman hidup yang menyakitkan ini. Namun, semoga beberapa kata ini dapat menjadi pengetahuan tambahan sebagai pelengkap pengalaman semua orang tua.

Kita sudah melewati bagaimana masa kita sebagai anak, lalu sebagai istri atau suami. Kini, kita sedang menjalani masa sebagai orang tua, dan semoga semua kita menjadi orang tua yang berhasil.