Sebagaimana iman, cinta juga bisa naik dan turun. Cinta suami kepada istri akan diuji terutama pada 6 kondisi.

Idealnya, cinta suami kepada istri adalah cinta sejati. Yang tak lekang oleh waktu, tak lapuk dimakan usia. Wajar jika terjadi flukuasi, sebagaimana al imanu yazidu wa yanqus. Namun, jangan sampai fluktuasi itu membuat cinta berada di titik kritis atau hilang sama sekali.

Setiap istri pasti ingin dicintai 100 persen, apapun kondisinya dan kapan pun mereka berdua mengayuh bahtera rumah tangga. Namun, terkadang istri merasa tak dicintai dalam 6 kondisi ini.

1. Saat Suami Jadi (Lebih) Kaya

Ada istilah “kesetiaan perempuan diuji saat suaminya tak memiliki apa-apa, kesetiaan laki-laki diuji saat ia memiliki segalanya.”

Ketika seorang suami menjadi kaya raya padahal sebelumnya pas-pasan, di situ ia diuji apakah ia tetap mencintai istrinya seperti semula atau tidak.

Dalam kondisi pas-pasan, umumnya laki-laki akan bekerja keras dan fokus “berjuang”. Namun saat ia kaya raya, apalagi kekayaannya terus mengalir dengan mudah tanpa harus kerja keras seperti dulu, godaan itu datang. Apalagi memang banyak wanita yang mau dengan lelaki kaya. Bahkan terkadang ada wanita yang tak malu untuk menggoda.

Jika suami tetap mencintai istrinya yang telah menemaninya berjuang sejak masa susah, terbuktilah kualitas dan kemuliaannya.

2. Saat istri tak cantik lagi

Hampir setiap pasangan muda, apalagi pengantin baru, pasti cintanya menggebu-gebu. Seakan dunia milik berdua. Yang lain hanya kontrak atau menyewa.

Saat istri masih muda, kulitnya masih kencang, wajahnya masih cantik, ujian cinta tidak seberapa. Namun ketika usia pernikahan sudah memasuki 15 tahun dan usia mereka memasuki 40 tahun, kondisi mulai berubah.

Istri tak secantik dulu. Kulitnya tak sekencang dulu. Apalagi di saat itu, kadang lelaki memasuki masa “pubertas kedua.” Saat itulah cinta suami diuji.

Karenanya Rasulullah mewasiatkan agar ketika menikah, seorang laki-laki menjadikan agama sebagai alasan utama. Bukan kecantikan, sebab kecantikan bisa pudar.

Menjadi suami sepantasnya tidak mencari kecantikan saja. Karena seperti diketahui, bahwa kecantikan akan mudah hilang. Mau menikah dengan wanita manapun, kecantikan pasti akan hilang. JIka kita tidak dapat bertahan dari ini, maka mau berapa kail pun kita menikah tetap akan mengulangi kesahalan yang sama.

Menjadi suami yang baik itu berarti harus bersedia menerima segalanya dari seoarng istri dan tentunya yang paling penting adalah bertanggung jawab.

3. Ketika istri belum hamil

Sudah bertahun-tahun menikah, istri belum juga hamil. Ini juga ujian cinta bagi suami. Apakah ia bisa bersabar seraya berprasangka baik kepada Allah dan tetap mencintai istrinya, atau justru cintanya kandas.

Nabi Zakariya adalah teladan terbaik dalam ujian cinta ini. Usianya telah memasuki 80 tahun. Berpuluh tahun menanti kehadiran seorang putra, namun belum juga memilikinya. Kendati demikian, cintanya pada istri tetap abadi. Hingga kemudian beliau berdoa sebagaimana diabadikan Allah dalam Surat Al Anbiya’ ayat 89-90. Allah pun mengabulkannya, memberinya putra sekaligus dengan nama dari sisi-Nya yaitu Yahya.

4. Ketika istri sakit (lama)

Mencintai perempuan yang sehat adalah hal yang wajar. Bagaimana tidak, suami dibantu dan diringankan dalam banyak hal. Makan, dimasakkan dan ditemani. Tidur, dilayani. Capek, dipijiti. Rumah dan harta dijaga. Anak-anak diasuh dan dididik sepenuh cinta. Bahkan baju dicuci dan disetrika.

Namun saat istri sakit, apalagi sakit dalam waktu yang (agak) lama… di situlah ujian cinta. Apakah cinta suami bertahan, atau ia justru mencampakkan teman sejati yang selama ini selalu ada saat dibutuhkannya.

Seharusnya, sakit istri malah akan membuat suami merawat istri dengan baik bukan. Tidak peduli seberapa lama itu. Karena cinta kita dulu tak hanya muncul oleh sebab yang kecil-kecilan. Kita mencinrtainya itu berarti mencintai segala sakit dan duka saat bersama dirinya. Kita menerimanya itu berarti kita meneria semua kesulitan yang mungkin ada ketika bersama nya.

5. Ketika istri mengandung dan melahirkan

Dua hal yang menjadi kodrat wanita dan tak mungkin dialami pria adalah mengandung dan melahirkan. Dua kondisi ini menjadikan wanita sebagai ibu yang demikian mulia dan tinggi kedudukannya.

Namun, terkadang suami diuji pada kondisi ini. Rata-rata, wanita yang hamil dan melahirkan akan berubah bentuk tubuhnya. Tak lagi langsing, tak lagi seksi. Bagi sebagian laki-laki, ini adalah ujian cinta apakah ia tetap mencintai istri sepenuh hati atau justru cintanya banyak berkurang.

Namun, cinta sejati takkan goyah hanya dengan fisik yang tak cantik lagi bukan.
Kita juga masih mempunyai ribuan alasan untuk mencintainya, seperti bahwa dia adalah ibu dari anak tercinta kita, bahwa dia adalah seseorang yang mau menemani kita selama ini dengan segenap kekurangan yang kita miliki.

6. Ketika istri stagnan

Sebelum menikah, mereka adalah perempuan-perempuan cerdas. IP-nya mendekati 4. Namun sekian tahun berumah tangga, kadang diajak bicara suami tidak nyambung.

Gara-gara seperti ini, terkadang suami tak cinta lagi pada istrinya. Atau cintanya menipis hingga titik kritis.

Padahal stagnasi itu sebenarnya bukan kehendak istri. Namun seringkali karena menikah dengan suaminya. Ia harus mengerjakan banyak pekerjaan domestik hingga tak sempat lagi meng-upgrade ilmunya. Seandainya suami memberi kesempatan, mengajak dan memfasilitasi untuk meng-upgrade ilmu, insya Allah hal demikian tidak terjadi.

Tak hanya itu, terkadang dalam hubungan rumah tangga banyak salah paham yang berujung pada pertengkaran.

Juga, seringkali bahwa diantara suami istri kekurangan pengertian yang menyebabkan hilangnya kasih syaang. Ujung-ujung nya malah berujung pada komunikasi yang tidak baik.

Dalam hubungan, penting untuk sailng memahami, sailng mengerti dan bahkan saling memaafkan. Karena di rumah tangga itu akan muncul banyak masalah yang mana akan dapat diselesaikan apabila kedua suami istri mau bekerja sama.